Senin, 03 Mei 2021

Ziarah kubur Musrik????

 


BERUNTUNGLAH UMMAT ISLAM YANG DIANGGAP SEBAGAI PENYEMBAH KUBURAN.

Akhirnya saya dapat juga dalil shohih tentang ziarah kubur dan mengambil berkah di kuburan sekaligus meminta hajat di kuburan, tentunya memintanya hanya kepada Allah Swt. Mudah-mudahan wahabi yang ngatain muslimin yang hobby ziarah kubur sebagai kuburiyyun, mereka mau tobat, amin.


Saya menemukan dalam kitab Tarikh Bagdad halaman 445 jilid 1, pengarangnya adalah Imam Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Tsabit Albagdadi. Beliau dikenal dengan Khatib Bagdad, seorang hafizh, bahkan kata ulama bagdad tidak ada lagi yang lebih hafizh di negri Bagdad setelah wafat Imam Daruqutni selain khatib bagdadi.Ini riwayat nya:

أخبرني أبو إسحاق إبراهيم بن عمر البرمكي قال حدثنا أبو الفضل عبيد الله بن عبد الرحمن بن محمد الزهري قال سمعت أبي يقول : قبر معروف الكرخي مجرب لقضاء الحوائج ويقال : إنه من قرأ عنده مائة مرة قل هو الله أحد وسأل الله ما يريد قضى الله له حاجته


Khatib bagdad telah mengatakan riwayat ini shohih, setelah saya teliti ternyata memang shohih.Simak penjelasan keshohihan riwayat ini yang akan saya bahas tuntas berikut ini.


Rawi 1 : أبو إسحاق إبراهيم بن عمر البرمكي

Abu ishaq ibrahim bin umar albarmaki. Dalam Siyar A’lam Nubala, Imam Zahabi mengatakan: “Beliau ini adalah seorang imam, mufti, musnid dunia, ahli faraidh, zuhud, dan sholeh.”Dengan semua sifat di atas, maka dapat disimpulkan semua riwayat beliau dapat dipercaya 1 jt persen.


Rawi 2:أبو الفضل عبيد الله بن عبد الرحمن بن محمد الزهري

Abul Fadhl Ubaidullah bin Abdurrahman bin Muhammad Azzuhri,Imam hadist daru qutni mengatakan bahwa beliau adalah seorang tsiqoh, dipercaya, dan bnyak punya karangan.Dalam Siyar A’lam Nubala Imam Zahabi mengatakan: “Beliau seorang tsiqoh, musnid, ahli ibadah, beliau adalah cucu Abdurrahman bin Auf.Jadi dari keterangan d iatas, riwayat dari beliau dapat dpercaya 1 jt persen.


Rawi 3:عبد الرحمن بن محمد بن عبيد الله بن سعد بن إبراهيم بن سعد بن إبراهيم بن عبد الرحمن بن عوف الصحابي

Ayah beliau yaitu abdurrahman bin muhammad.Imam Khatib Bagdad mengatakan: “Beliau tsiqoh dalam riwayat hadist.”Dan riwayat beliau dapat dterima jg 1 jt persen.أخبرني أبو إسحاق إبراهيم بن عمر البرمكي

Imam Khatib Bagdad mengatakan telah mengkhabarkan kepada kami seorang yang sholeh Abu Ishaq Ibrahim bin Umar Albarmaki.قال حدثنا أبو الفضل عبيد الله بن عبد الرحمن بن محمد الزهري Abu Ishaq mengatakan telah mengkhabarkan kepada kami Abulfadhli Ubaidullah bin Abdurrahman bin Muhammad Azzuhriقال سمعت أبي Beliau mengatakan aku mendengar ayahku Abdurrahman bin Muhammad Azzuhr يقول : قبر معروف الكرخي مجرب لقضاء الحوائج

Beliau selalu (fi’il mudhari lil istimror) mengatakan : bermula kuburan wali besar Ma’ruf al Karkhi, sangat mujarrab untuk menunaikan segala hajat.

ويقال : إنه من قرأ عنده مائة مرة قل هو الله أحد وسأل الله ما يريد قضى الله له حاجته

Dan dikatakan orang: “Sesungguhnya ( hal wasyan ) siapa pun yang membaca (fi’il syarat) di sisi kuburan Ma’ruf Al Karkhi surah al Ikhlas 100x, beserta (waw ma’iyyah) ia meminta kepada Allah apa saja yang ia kehendaki, (jawab syarat ) maka PASTI ALLAH KABULKAN HAJAT nya.


Dari sini dalil disuruhnya kita menziarahi kuburan para wali jika ada hajat dunia atau akhirat.Kemudian dalam riwayat di atas, nama Ma’ruf Al karkhi tidak menjadi qaid, dan tidak terhenti fahaman cuma sampai pada beliau saja, tapi menziarahi kubur semua para wali-wali Allah dan minta berkah dan hajat di kuburan itu sama saja, akan dikabulkan Allah juga hajatnya.Adapun hadist shohih yang diriwayatkan oleh

Imam Bukhari:

حدثنا عبد الله بن مسلمة عن مالك عن ابن شهاب عن سعيد بن مسيب عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : قاتل الله اليهود اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد


Rasul bersabda: “Mudah-mudahan Allah membunuh, melaknat Kaum Yahudi, yang mereka menjadikan kuburan para nabi mereka itu TEMPAT TEMPAT SUJUD.


MASAJID itu jama’ dari isim makan MASJID; MASJIDUN MASJIDAANI MASAAJIDU.Adapun jika kita tidak menjadikan kuburan itu tempat sujud atau arah sujud, atau sujud dengan tidak ada niat menujukan ke kuburan itu, maka lepaslah dari laknat Allah seperti Allah melaknat Yahudi di atas.


Kuburan para Wali dan para Nabi adalah tempat yang diberkahi oleh Allah Swt, kita disuruh sekedar ziarah dan mengambil berkah di sana.Adapun Wahabi yang menuduh muslimin penziarah kuburan para Wali dan Nabi sebagai penyembah kuburan kita katakan: سبحانك هذا بهتان عظيم , ini adalah tuduhan yang dusta dan menyebabkan dosa besar, kita berlepas diri dari kepongahan mereka.Karena sampai sekarang tidak ada dari golongan Ahlussunnah Waljamaah ( Aswaja ) yang sujud di mukanya ada kuburan atau pun sholat di hadapannya ada kuburan.


***********************************************


Jangan Sembarangan Menuduh Orang Ziarah Kubur Itu Musyrik !!!!


Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib as bahwa ia berkata: “Waktu itu kita ada di pemakaman Baqi’, dan Rasulullah saw datang mendekati kami lalu beliau duduk. Kami pun juga duduk di samping beliau. Lalu beliau berkata, “Setiap manusia hanya memiliki satu di antara dua tempat: neraka atau surga.” (HR. Bukhori)


Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Musa berdoa :


” رَبِّ أَدْنِنِيْ مِنَ الأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ”.


Maknanya: “Ya Allah dekatkanlah aku ke Tanah Bayt al Maqdis meskipun sejauh lemparan batu”.

Kemudian Rasulullah bersabda :


“وَاللهِ لَوْ أَنِّيْ عِنْدَهُ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَنْبِ الطَّرِيْقِ عِنْدَ الكَثِيْبِ الأَحْمَرِ” أخرجه البخاريّ ومسلم


Maknanya : “Demi Allah, jika aku berada di dekat kuburan Nabi Musa niscaya akan aku perlihatkan kuburannya kepada kalian di samping jalan di daerah al Katsib al Ahmar” (H.R. al Bukhari dan Muslim)


Faedah Hadits: Tentang hadits ini al Hafizh Waliyyuddin al ‘Iraqi berkata dalam kitabnya “Tharh at-Tatsrib”: “Dalam hadits ini terdapat dalil kesunnahan untuk mengetahui kuburan orang-orang yang saleh untuk berziarah ke sana dan memenuhi hak-haknya”.

Dan telah menjadi tradisi di kalangan para ulama Salaf dan Khalaf bahwa ketika mereka menghadapi kesulitan atau ada keperluan mereka mendatangi kuburan orang-orang saleh untuk berdoa di sana dan mengambil berhaknya dan setelahnya permohonan mereka dikabulkan oleh Allah. Al Imam asy-Syafi’i ketika ada hajat yang ingin dikabulkan seringkali mendatangi kuburan Abu Hanifah dan berdoa di sana dan setelahnya dikabulkan doanya oleh Allah. Abu ‘Ali al Khallal mendatangi kuburan Musa ibn Ja’far. Ibrahim al Harbi, al Mahamili mendatangi kuburan Ma’ruf al Karkhi sebagaimana diriwayatkan oleh al Hafizh al Khathib al Baghdadi dalam kitabnya “Tarikh Baghdad”. Karena itu para ahli hadits seperti al Hafizh Syamsuddin Ibn al Jazari mengatakan dalam kitabnya ‘Uddah al Hishn al Hashin :


“وَمِنْ مَوَاضِعِ إِجَابَةِ الدُّعَاءِ قُبُوْرُ الصَّالِـحِيْنَ”.


“Di antara tempat dikabulkannya doa adalah kuburan orang-orang yang saleh “.

Al Hafizh Ibn al Jazari sendiri sering mendatangi kuburan Imam Muslim ibn al Hajjaj, penulis Sahih Muslim dan berdoa di sana sebagaimana disebutkan oleh Syekh Ali al Qari dalam Syarh al Misykat.


HIKAYAH NAFISAH (KISAH TELADAN)


Al Hafizh Abdurrahman ibn al Jawzi menyebutkan sebuah kisah dalam kitabnya “Al Wafa bi Ahwal al Mushthafa” –kisah ini juga dituturkan oleh al Hafizh adl-Dliya’ al Maqdisi – bahwa Abu Bakr al Minqari berkata: “Adalah aku, ath-Thabarani dan Abu asy-Syaikh berada di Madinah. Kami dalam suatu keadaan dan kemudian rasa lapar melilit perut kami, pada hari itu kami tidak makan. Ketika tiba waktu Isya’, aku mendatangi makam Rasulullah dan mengadu: “Yaa Rasulallah, al Juu’ al Juu’ (Wahai Rasulullah! lapar…lapar)”, lalu aku kembali. Abu as-Syaikh berkata kepadaku: “Duduklah, (mungkin) akan ada rizqi atau (kalau tidak, kita akan) mati”. Abu Bakr melanjutkan kisahnya: “Kemudian aku dan Abu asy-Syaikh beranjak tidur sedangkan ath-Thabarani duduk melihat sesuatu. Tiba-tiba datanglah seorang ‘Alawi (sebutan bagi orang yang memiliki garis keturunan dengan Ali dan Fatimah) lalu ia mengetuk pintu dan ternyata ia ditemani oleh dua orang pembantu yang masing-masing membawa panci besar yang di dalamnya ada banyak makanan. Maka kami duduk lalu makan. Kami mengira sisa makanan akan diambil oleh pembantu itu, tapi ternyata ia meninggalkan kami dan membiarkan sisa makanan itu ada pada kami. Setelah kami selesai makan, ‘Alawi itu berkata: “Wahai kaum, apakah kalian mengadu kepada Rasulullah?, sesungguhnya aku tadi mimpi melihat beliau dan beliau menyuruhku untuk membawakan sesuatu kepada kalian”.

Dalam kisah ini, secara jelas dinyatakan bahwa menurut mereka, mendatangi makam Rasulullah untuk meminta pertolongan (al Istighotsah) adalah boleh dan baik. Siapapun mengetahui bahwa mereka bertiga (terutama, ath-Thabarani, seorang ahli hadits kenamaan) adalah ulama–ulama besar Islam. Kisah ini dinukil oleh para ulama termasuk ulama madzhab Hanbali dan lainnya. Mereka ini di mata ummat Islam adalah Muwahhidun (Ahli Tauhid), bahkan merupakan tokoh-tokoh besar di kalangan para Ahli Tauhid, sedangkan di mata para anti tawassul mereka dianggap sebagai ahli bid’ah dan syirik. Padahal kalau mau ditelusuri, peristiwa-peristiwa semacam ini sangatlah banyak seperti yang disebutkan sebagian pada dalil ke delapan


Abou Fateh


*******************************************************

Talqin mayat ….! benarkah amalan hadist PALSU / MAUDHU


Al-Syaukani mengatakan bahwa: “di dalam isnadnya terdapat ‘Asim Bin Abdullah, dia dha’if”. (Al-Syaukani. Naili al-Autar. (4/139), Beirut: Dar al-Jil, 1973 M.)


Al-Albani memberikan komen, katanya: “ia (hadist) munkar di sisiku, kalaupun tidak palsu.” (Al-Albani. Silsilah al-Ahadith al-Dha’ifah wa al-Maudhu’ah. (2/64). Beirut: al-Maktab al-Islami, ctk. 1990M.)


Kata Ibn Qayyim al-Jauziyyah pula: “maka ia adalah sebuah hadist yang tidak sahih marfu’nya”. (Ibn Qayyim al-Jauziyyah. Zad al-Ma’ad fi Hadyi Khayri al-‘Ibad (1/523). Beirut: Muassasah al-Risalah, ctk 28, 1995M)


Al-San’ani turut menukilkan perkataan Ibn al-Qayyim dalam memberikan komentar terhadap hadith ini dengan katanya: “Sesungguhnya hadist talqin ini, tidak salah lagi, bagi seorang yang mengetahui (ilmu) hadits, tentang kepalsuannya.” (Subul al-Salam (2/180).


inilah hadist yang menjadi “permasalahan” tersebut, serta tanggapan para Imam lainnya terkait hadist tersebut….. :


Daripada Abu Umamah al-Bahili r.a, dia berkata:


إذا متّ فاصنعوا بي كما أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نصنع بموتانا، أمرنا رسول الله فقال: “إذا مات أحد من إخوانكم فسويتم التراب على قبره فليقم أحدكم على رأس قبره ثم ليقل يا فلان بن فلانة فإنه يسمعه ولا يجيب، ثم يقول يا فلان ابن فلانة فإنه يستوي قاعدا، ثم يقول يا فلان بن فلانة فإنه يقول: أرشدنا يرحمك الله، ولكن لا تشعرون. فليقل اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله، وأنك رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحمد نبيا وبالقرآن إماما، فإن منكرا ونكيرا يأخذ واحد منهم بيد صاحبه ويقول: انطلق بنا ما نقعد عند من قد لقن حجته، فيكون الله حجيجه دونهما”، فقال رجل: يا رسول الله فإن لم يعرف أمه؟ قال: “فينسبه إلى حواء، يا فلان بن حواء!”


“Apabila aku mati nanti, lakukan padaku sepertimana yang disuruh oleh Rasulullah agar dilakukan kepada mayat, Rasulullah telah memerintah kita dengan sabda baginda: “ Apabila matinya seorang daripada kalanganmu, maka kuburlah dan berdirilah seorang dikalangan kamu semua pada bahagian kepala dikuburnya kemudian katakan Wahai si fulan anak si fulanah, orang itu mendengarnya tetapi dia tidak akan menjawab, kemudian katakan Wahai fulan anak fulanah maka dia duduk, kemudian katakan Wahai fulan anak fulanah maka dia berkata semoga Allah merahmati kamu tetapi kamu semua tidak merasai (apa yang telah berlaku pada si mayat), maka hendaklah dikatakan : Ingatlah apa yang telah menyebabkan kamu dilahirkan kedunia yaitu syahadah tiada Tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad itu hamba-Nya dan rasul-Nya dan engkau telah meredhoi dengan Allah sebagai Tuhanmu dan islam itu agamamu dan Muhammad itu nabimu dan Al-quran itu petunjukmu maka malaikat mungkar dan nakir akan mengambil tangannya lantas berkata Ayo bersama kami bawakan kepada siapa yang telah ditalqinkan hujahnya”

Abu Umamah bertanya kepada Rasulullah Wahai Rasulullah!bagaimana sekiranya tidak diketahui nama ibunya? Rasulullah menjawab “Maka hendaklah dinasabkan kepada ibu manusia yaitu Hawwa dengan mengatakan Wahai si fulan anak Hawwa.” (hadist riwayat Imam Al-Hafiz Tabharani Dalam kitabnya Mu’jam Soghir Wal Kabir), (Talkhishulkhabiir hal 242-243), (Al Majmu’ Linnawawiy hal 243), (Al-haitsamiy pada Majmu’ zawaid no.4248)


1. Hadits ini terangkat menjadi حسن لغيره hasan lighairihi lantaran ada hadith-hadith lain yang menguatkannya. diantaranya adalah …:


berkata Imam Nawawi : diriwayatkan oleh Al-baihaqiy dg sanad hasan bahwa Ibn Umar ra menyukai pembacaan awal dan akhir surat Albaqarah dikubur setelah penguburan, mengenai Talqin mayyit setelah penguburan telah dikatakan Jamaah yg banyak dari kita (Madzhab Syafii) bahwa hal itu dicintai dan baik dilakukan. (Al Adzkar hal 123).


berkatalah Umar bin Khattab ra : “wahai rasulullah.., kau berbicara pada bangkai, dan bagaimana mereka mendengar ucapanmu?”, Rasul saw menjawab : “Demi (Allah) Yang diriku dalam genggamannya, engkau tak lebih mendengar dari mereka (engkau dan mereka sama sama mendengarku), akan tetapi mereka tak mampu menjawab” (shahih Muslim hadits no.6498).


2. Sekalipun hadits ini ( Abu Umamah ) pada kedudukan dha’if, namun ia boleh digunakan dalam urusan فضائل الأعمال Fadhail al-A’mal (kelebihan amalan).


3. Di antara usul mazhab Ahmad Bin Hanbal ialah mengambil riwayat mursal dan dha’if serta mengutamakannya daripada qias manusia.


Ibn Hajar al-‘Asqalani berkata: إسناده صالح “isnadnya (sandarannya) soleh (baik) dan ia dikuatkan oleh al-Dhiya’ dalam (kitab) Ahkamnya”. (Al-‘Asqalani, Ibn Hajar. Talkhis al-Habir.Madinah Munawwarah ctk. 1964M.)


Kenyataan Mazhab Al-Hanafi Mengharuskan Talqin


Berkata As-Syeikh Al-Alim Abdul Al-Ghony Al-Ghonimy Ad-Dimasyqy Al-Hanafi dalam kitab beliau berjudul Al-Lubab Fi Syarhil Kitab pada jilid 1 mukasurat 125 menyatakan :


: “وأما تلقينه (أي الميت) في القبر فمشروع عند أهل السنة لأن الله تعالى يحييه في قبره”.


“Manakala hukum mentalqin mayat pada kubur adalah merupakan syariat islam disisi Ahli Sunnah Wal Jamaah karena Allah ta’ala menghidupkannya dalam kuburnya”.


Mazhab Maliki Mengharuskan Amalan Talqin


Imam Al-Qurtuby Al-Maliky pengarang kitab tafsir terkenal telah menulis satu bab yang khusus mengenai amalan talqin disisi mazhab Maliki dalam kitab beliau berjudul At-Tazkirah Bil Ahwal Al-Mauta Wal Akhiroh pada mukasurat 138-139 :


باب ما جاء في تلقين الإنسان بعد موته شهادة الإخلاص في لحده


Didalam bab itu juga Imam Qurtuby telah menjelaskan amalan talqin dilakukan oleh para ulama islam di Qurtubah dan mereka mengharuskannya.


Mazhab Syafi’e Mengharuskan Dan Mengalakkan Amalan Talqin


1- Imam An-Nawawi As-Syafi’e menyatakan dalam kitab beliau berjudul Al-Majmuk pada jilid 5 mukasurat 303-304 :


قال جماعات من أصحابنا يستحب تلقين الميت عقب دفنه” ثم قال: “ممن نص على استحبابه: القاضي حسين والمتولي والشيخ نصر المقدسي”


Yang artinya : “ Telah menyatakan oleh banyak para ulama dari mazhab Syafi’e bahwa disunatkan talqin pada mayat ketika mengebumikannya”.


Kenyataan mazhab Syafi’e dari kitab yang sama :


“وسئل الشيخ أبو عمرو بن الصلاح رحمه الله عنه فقال: التلقين هو الذي نختاره ونعمل به”


Imam Nawawi menyatakan : “ Telah ditanya kepada As-Syeikh Abu Amru Bin As-Solah mengenai talqin maka beliau menjawab Amalan talqin merupakan pilihan kita (mazhab Syafi’e) dan kami beramal dengannya”.


2- Imam Abu Qosim Ar-Rofi’e As-Syafi’e menyatakan dalam kitab beliau berjudul Fathul ‘Aziz Bi syarh Al-Wajiz tertera juga pada bawah kita Al-Majmuk oleh Imam Nawawi pada jilid 5 mukasurat 242 :


“ويستحب أن يُلقن الميت بعد الدفن فيقال: يا عبد الله بن أمة الله …” إلى اخره .


Yang artinya : Digalakkan dan disunatkan mentalqin mayat selepas mengebumikannya dan dibaca : Wahai hamba Allah bin hamba Allah…(bacaan talqin).


Mazhab Hambali Mengharuskan Talqin


Imam Mansur Bin Yusuf Al-Buhuty Al-Hambaly menyatakan hukum pengharusan talqin dalam kitab beliau berjudul Ar-Raudul Mari’ mukasurat 104.

2- Imam Al-Mardawy Al-Hambaly dalam kitabnya Al-Insof Fi Ma’rifatil Rojih Minal Khilaf pada jilid 2 mukasurat 548-549 menyatakan :


“فائدة يستحب تلقين الميت بعد دفنه عند أكثر الأصحاب”


Yang artinya : “ Kenyataan yang penting : Disunatkan hukum talqin mayat selepas mengkebumikannya disisi kebanyakan ulama.


pendapat-pendapat Ulama lainnya ….:


Al Hafidz Ibnu Shalah

Sebagaimana dinukil Imam An Nawawi:


“Telah kami riwayatkan mengenai hal itu (talqin mayat setelah dikubur) hadits Abu Umamah, yang tidak tegak sanadnya (dhoif). Akan tetapi ia dikuatkan dengan syawahid dan amalan penduduk Syam sejak dahulu.”(kitab Al Adzkar, H.279).


Imam An Nawawi:


“Dan hadits tentangnya (talqin setelah dikubur) dhaif, akan tetapi hadits-hadits fadhail ditoleransi oleh para ahli ilmu dari muhaditsin dan lainnya. Dan hadits ini dikuatkan dengan syawahid dari hadits-hadits yang shahih semisal,”berdoalah kelain kepada Allah untuk keteguhannya,’ dan washiyat Amru bin Ash, “Berdirilah kalian di atas kuburku selama waktu menyembelih kambing dan membagi-bagikan dagingnya, hingga aku merasa tenang dengan keberadaan kalian, dan aku mengetahui, apa yang bisa membuat utusan Allah (Munkar-Nakir) pergi.’ Yang diriwayatkan Muslim dalam shahihnya. Dan ahlu Syam sudah mengamalkan talqin ini sejak masa awal.”


(kitab Ar Raudha At Thalibin, J.2/H.139)


Ibnu Qayyim Al Jauziyah


“Hadits ini, walau tidak tsabit (dhaif), akan tetapi terus berkesinambungan pengamalan dengannya di seluruh penjuru dan masa tanpa ada pengingkaran, cukup untuk dijadikan dasar amalan.”(kitab Ar Ruh, H.14)


Hal yang sama disebutkan Hafidz Imam Jalaluddin As Suyuthi,


”Sebagian dari mereka (huffadz) mengatakan, ‘Hadits dihukumi shahih, jika manusia menerimanya, walau isnadnya tidak shahih.”(kitab At Tadrib Ar Rawi, H.24).


Sumber rujukan:


Al Adzkar min Kalam Sayid Al Abrar. (Dar Al Minhaj, Jeddah, cet I, 2005)


Raudhah At Thalibin. (Al Maktab Al Islami, 1991)


Tuhfah Ar Mardhiya fi Hilli Ba’dhi Al Musyqilat Al Haditsiyah, yang disertakan dalam lembaran terakhir kitab Al Ajwibah Al Fadhilah li Al As’ilah AL Ashrah Al Kamilah, Imam Al Laknawi. (Dar As Salam, Kairo, cet. III, 1994)


semoga sedikit catatan ini bisa menjelaskan kedudukan sebenarnya terkait masalah Talqin mayit selepas di kubur/dikebumikan ….. Wallahu’alam


Adolf Ferdinand Land


********************************************************

MENYIRAM AIR DAN KARANGAN BUNGA DI KUBURAN


Banyak sekali ragam tradisi yang berhubungan dengan ziarah kubur. Mulai dari mengaji al-Qur’an, tahlil, yasinan hingga menyirami pusara dengan air. Tentang dasar hukum berbagai tradisi tersebut telah sering disebutkan dalam rubrik ubudiyah. Kali ini redaksi akan menerangkan dasar hukum menyiram kuburan dengan air dingin atupun air wewangian.Imam Nawawi al-Bantani dalam Nihayatuz Zain menerangkan bahwa hukum menyiram kuburan dengan air dingin adalah sunnah. Tindakan ini merupakan sebuah pengharapan –tafaul- agar kondisi mereka yang dalam kuburan tetap dingin.


وَيُنْدَبُ رَشُّ الْقَبْرِ بِمَاءٍ باَرِدٍ تَفاَؤُلاً بِبُرُوْدَةِ الْمَضْجِعِ وَلاَ بَأْسَ بِقَلِيْلٍ مِنْ مَّاءِ الْوَرْدِ ِلأَنَّ الْمَلاَ ئِكَةَ تُحِبُّ الرَّائِحَةَ الطِّيْبِ (نهاية الزين 154)


Disunnahkan untuk menyirami kuburan dengan air yang dingin. Perbuatan ini dilakukan sebagai pengharapan dengan dinginnya tempat kembali (kuburan) dan juga tidak apa-apa menyiram kuburan dengan air mawar meskipun sedikit, karena malaikat senang pada aroma yang harum.

Begitu pula yang termaktub dalam al-Bajuri


…ويندب أن يرش القبر بماء والأولى أن يكون طاهرا باردا لأنه صلى الله عليه وسلم فعله بقبرولده إبراهم وخرج بالماء ماء الورد فيكره الرش به لأنه إضاعة مال لغرض حصول رائحته فلاينافى أن إضاعة المال حرام وقال السبكى لا بأس باليسير منه إن قصد به حضور الملائكة فإنها تحب الرائحة الطيبة…


Disunnahkan menyiram kubur dengan air, terutama air dingin sebagaimana pernah dilakukan rasulullah saw terhadap pusara anyaknya, Ibrahim. Hanya saja hukumnya menjadi makruh apabila menyiraminya menggunakan air mawar dengan alasan menyia-nyiakan (barang berharga). Meski demikian menurut Imam Subuki tidak mengapa kalau memang penyiraman air mawar itu mengharapkan kehadiran malaikat yang menyukai bau wangi.


Hal ini sebenarnya pernah pula dilakukan oleh Rasulullah saw


” أن النبي ( صلى الله عليه وسلم ) رش على قبر ابراهيم ابنه ووضع عليه حصباء ”


Artinya: “Sesungguhnya Nabi Muhammad ShallaAllahu alaihi wa sallam menyiram [air] di atas kubur Ibrahim, anaknya dan meletakkan kerikil diatasnya.”


Begitu juga dengan meletakkan karangan bunga ataupun bunga telaseh yang biasanya diletakkan di atas pusara ketika menjelang lebaran. Hal ini dilakukan dalam rangka Itba’ sunnah Rasulullah saw. sebagaimana diterangkan dalam hadits


حَدثَناَ يَحْيَ : حَدَثَناَ أَبُوْ مُعَاوِيَةَ عَنِ الأعمش عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طاووس عن ابن عباس رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذِّباَنِ فَقاَلَ: إِنَّهُمَا لَـيُعَذِّباَنِ وَماَ يُعَذِّباَنِ فِيْ كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِِ وَأَمَّا اْلآخَرُ فَكَانَ يَمْشِيْ باِلنَّمِيْمَةِ . ثُمَّ أَخُذِ جَرِيْدَةً رَطْبَةً فَشْقِهَا بِنَصْفَيْنِ، ثُمَّ غُرِزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةٍ، فَقَالُوْا: ياَ رَسُوْلَ اللهِ لِمَ صَنَعْتَ هٰذَا ؟ فقاَلَ: ( لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَالَمْ يَيْـبِسَا)


Dari Ibnu Umar ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat “Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing sedang yang lainnya lagi karena sering mengadu domba”. Kemudian Rasulullah menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul?. Rasulullah menjawab: Semoga Allah meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering. (Sahih al-Bukhari, [1361])


Lebih ditegaskan lagi dalam I’anah al-Thalibin;


يُسَنُّ وَضْعُ جَرِيْدَةٍ خَضْرَاءَ عَلَى الْقَبْرِ لِلْإ تِّباَعِ وَلِأَنَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُ بِبَرَكَةِ تَسْبِيْحِهَا وَقيِْسَ بِهَا مَا اعْتِيْدَ مِنْ طَرْحِ نَحْوِ الرَّيْحَانِ الرَّطْبِ


Disunnahkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan, karena hal ini adalah sunnah Nabi Muhammad Saw. dan dapat meringankan beban si mayat karena barokahnya bacaan tasbihnya bunga yang ditaburkan dan hal ini disamakan dengan sebagaimana adat kebiasaan, yaitu menaburi bunga yang harum dan basah atau yang masih segar.

Wallahu A’lam…

Mudah-mudahan Bermanfa’at


****


Membaca Quran dekat qubur itu di syariatkan


Membaca Al Quran dekat qubur/makam dengan maksud memberi manfaat bagi mayit itu boleh dan tidak apa apa,dan dengannya telah berjalan para fuqoha:


1. TELAH menetapkan pemuka madhab hanafi di antaranya Syaikh Badruddin al aeni dalam kitab al binayah syarh al hidayah 3/306,beliau berkata:


” لابأس بقراءة القرآن عند القبور”

:Tidak apa apa membaca Alquran di samping quburan


Dan berkata Ibnu abidin dalam kitab hasiyahnya 2/246:


: “لا يكره الجلوس للقراءة على القبر على المختار” ا.هـ.

: Dan tidak makruh duduk untuk membaca Alquran dekat qubur menurut qaul yang di pilih.


2. Telah menetapkan Madhab Maliki,di antaranya Syaikh al mahdi al wazani dalam kitab nawazil as sugro 1/166:


: “وأما القرءة على القبر فنصُّ ابن رشد في: “الأجوبة”، وابن العربي في: “أحكام القرآن” له، والقرطبي في: “التذكرة” ـ على أنه ينتفع به بالقراءة، أعني: الميت، سواء قرأ في القبر أو قرأ في البيت” 1


: Adapun Membaca Alquran dekat qubur maka tekah mencatatkan Ibnu Rusy dalam al ajwibah dan Ibnu arobi dalam ahkam alquran dan Al Qurtubi dalam at tadzkiroh bahwa bermanfaat bagi mayit dengan bacaan tersebut,apakah di baca di dekat qubur ataupun di rumah.


3. Telah menetapkan madhab Syafiiyah,di antaranya Imam An nawawi dalam majmu syarh al muhadab 5/286:


: “ويستحب أن يقرأ من القرآن ما تيسر ـ أي: عند القبر ـ، ويدعو لهم عقبها، نصَّ عليه الشافعي، واتفق عليه الأصحاب


:Dan di anjurkan di bacakan sesuatu dari AL QURAN apa yang mudah yakni dekat qubur dan berdoa utk mayit setelahnya,tela mencatatkan atas hal itu imam As syafii dan sepakat dengannya ashab syafii.


4. Telah menetapkan Madhab Hambali,di antaranya Imam Ibnu Muflih dalam kitab almubdi 2/81:


“ولا تكره القراءة على القبر وفي المقبرة في أصح الروايتين، هذا المذهب


: Dan tidak di makruhkan membaca Alquran dekat qubur atau di pekuburan menurut lebih sohihnya dua riwayat,ini adalah pendapat madhab.


Dan adapun dalilnya adalah di antaranya:


1. hadis Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata :


مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan. Lalu Beliau bersabda,”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah.” Kemudian Beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu Beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah. Mengapa Rasul melakukan ini?” Beliau menjawab,”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering.”[HR BUKHARI dan Muslim ]


Berkata Imam Al khotobi : dalam kitab umdatul qori 3/118


“فيه دليل على استحباب تلاوة الكتاب العزيز على القبور؛ لأنه إذا كان يرجى عن الميت التخفيف بتسبيح الشجر فتلاوة القرآن العظيم أكبر رجاء وبركة


:DALAM HADIS ITU merupakan dalil atas sunnahnya membaca Alquran dekat quburan karena ketika di harapkan adanya keringan dari mayit dengan tasbihnya pohon maka bacaan Al quran itu lebih besar lagi harapan dan berkahnya.


Berkata Imam An Nawawi dalam syarh muslim 3/260:


“واستحب العلماء قراءة القرآن عند القبر لهذا الحديث؛ لأنه إذا كان يرجى التخفيف بتسبيح الجريد فتلاوة القرآن أولى” ا.هـ.


;Dan telah mnganjurkan para ulama untuk membaca Alquran di samping qubur dengan hadis ini karena ketika di harapkan adanya keringanan dengan tasbihnya pelepah basah,maka dengan pembacaan quran itu lebih utama.


2. Hadis Riwayat Imam At Thobroni dalam mujam alkabir 19/220 no hadis 491 hadis dari Abdurrohman bin al ala bin allajlaj,beliau berkata,telah berkata kepadaku bapak ku:


: (يا بني إذا أنا مِتّ فالحد لي لحداً، فإذا وضعتني في لحدي فقل: بسم الله وعلى ملة رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم سُنّ التراب عليَّ سَنَّاً، ثم اقرأ عند رأسي بفاتحة البقرة وخاتمتها، فإنني سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ذلك)


(Wahai anakku apabila aku mati maka buatkanlah untuku liang lahat, maka apabila kalian memasukan ke dalam liang lahatku maka bacalah bismillah wa ‘ala millati rasulillah lalu taburkanlah tanah kepadaku satu taburan, lalu bacakanlah dekat kepalaku awal Al-Baqarah dan akhir Al-Baqarah. Karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbicara demikian)”.


Berkata Al haitsami dalam majma zawaid 3/44:


: “رواه الطبراني في: “الكبير” ورجاله موثوقون”

;Telah meriwayatkan At thoroni dalam alkabir dan Rowinya TSIQOH SEMUA.


Hadis tersebut di riwayatkan juga oleh al baihaqi dalam As sunan 4/93 dengan no hadis 7068.


Berkata Imam Nawawi dalam al adzkar 278 cet dar al minhaj:


: “وروينا في: “سنن البيهقي” بإسناد حسن أن ابن عمر استحب أن يُقرأ على القبر بعد الدفن أول سورة البقرة وخاتمتها”


: dan kami meriwayatkan dalam sunan al baihaqi dengan sanad hasan bahwa Ibnu Umar mensunnahkan untuk di bacakan di atas qubur setelah di pendam awal dan akhir surat al baqoroh.

Dan berkata Ibnu Allan dalam futuhat Ar robaniyah 4/194:


: “قال الحافظ ـ يعني ابن حجر ـ بعد تخريجه: هذا موقوف حسن”

;Berkata alhafidz yakni Ibnu hajar setelah mengeluarkannya: ini hadis mauquf hasan.


Pengamalan hal itu merupakan amalan yang mashur


berkata Ibnu hilal dalam kitab nawazilnya:


: “وبه جرى عمل المسلمين شرقاً وغرباً، ووقفوا على ذلك أوقافاً، واستمر عليه الأمر منذ أزمنة سالفة”


;Dan denganya telah berjalan amalan muslimin dari timur sampai barat dan hal itu terus berjalan dari zaman ke zaman


Berkata al hafid as sayuti dalam syarhus sudur 403;


“وأخرج الخلال في: “الجامع” عن الشعبي قال: “كانت الأنصار إذا مات لهم الميت اختلفوا إلى قبره يقرؤون له القرآن” ا.هـ.


;Telah mengeluarkan al kholal dalam aljami dari as sya’bi,beliau berkata;Para sahabat An shar ketika ada yang wafat mayit dari mereka,mereka bergantian ke quburnya untuk membacakan quran padanya.


هذا والله أعلم.


Bubun Supiana’ & Qultu Man Ana

Minggu, 02 Mei 2021

Do'a untuk mayit tidak pernah sampai??????

 Wahabi Ngotot Do’a untuk Mayit Tak Pernah Sampai, Ini Penyebabnya



Bukan wahabi namanya kalau berhenti menyalah-nyalahkan ibadah umat Islam lainnya.  Tak hanya  menyalahkan bahkan sekte ini berani membit’ahkan hingga mensyirikkan. Padahal setelah ditelusuri, sikap mereka tidak lebih disebabkan karena minimnya referensi mereka dalam menghukumi dan menghakimi suatu ibadah atau amaliah tertentu. 


Parahnya lagi, aliran yang lebih dikenal dengan Salafi wahabi ini kerap kali memotong dalil dan menyembunyikan penjelasan/makna sebenarnya dari dalil tersebut. Tidak berhenti sampai disitu, potongan-potongan dalil tersebut ditampilkan di situs-situs mereka sehingga terkesan banyak media yang mendukung pemikiran keagamaan mereka. 


Akibatnya, masyarakat awam terutama pemuda yang ghirah keislamannya sedang menggelora, sementara dasar keagamaannya mesih belum kuat langsung saja percaya dan turut menyebarkannya di sosial media. Bahkan tak jarang langsung ikut-ikutan menghujat dan menyalahkan. 


Dalam hal berdo’a untuk orang mati misalnya. Kelompok Salafi Wahabi begitu saja mencomot Syarah Shahih milik Imam Nawawi yang dengan mengugkap bahwa Imam Syafii mengatakan amalan membaca Al Qur’an itu tidak sampai pahalanya kepada si mayyit (seperti nampak dalam foto), tanpa menampilkan pendapat Imam Nawawi yang lain seperti berikut ini :


Berkata Imam an-Nawawi asy-Syafi’i rahimahullah:


فالاختيار أن يقول القارئ بعد فراغه: اللهمّ أوصلْ ثوابَ ما قرأته إلى فلانٍ؛ والله أعلم


“Dan yang dipilih (qaul mukhtar) agar berdo’a setelah pembacaan al-Qur’an : “ya Allah sampaikan (kepada Fulan) pahala apa yang telah aku baca”, wallahu a’lam”.[8] Lihat : al-Adzkar lil-Imam an-Nawawi [293]


“dan pendapat yang dipilih (qaul mukhtar) adalah do’a tersebut sampai dengan catatan memohon kepada Allah menyampaikan pahala bacaannya, dan selayaknya melanggengkannya karena sesungguhnya ini do’a. Karena apabila boleh berdo’a untuk orang mati dengan hal-hal yang tidak diperuntukkan bagi yang berdo’a, maka bagi mayit kebolehan hal tersebut lebih afdhal atau utama. Pengertian semacam ini tidak hanya khusus pada pembacaan al-Qur’an saja, tapi juga do’a bahkan pada seluruh amal-amal lainnya.


Ulama telah sepakat bahwa membaca al Qur’an, berdoa dan amal lainnya untuk orang mati bermanfaat bagi orang yang sudah mati maupun orang masih hidup, baik dekat maupun jauh, baik dengan wasiat atau tanpa wasiat”. [9]Lihat : al-Majmu’ syarah al-Muhadzdzab lil-Imam an-Nawawi [15/522].


Lalu, bagaimana yang dimaksudh Ucapan Imam Syafi’i bahwa amalan baca Al Qur’an itu tidak sampai kepada mayyit ?

Jawabannya,  kata  “tidak sampai” pada redaksi tersebut ada yaitu ketika si pembaca tidak meniatkan pahala baca’annya untuk si Mayit dan tidak berdo’a memohon kepada Allah agar pahalanya disampaikan disampaikan kepada si mayit. 


Namun apabila berdo’a dengan redaksi seperti ini “ya Allah sampaikanlah pahala bacaan ini untuk almarhumah… Atau dengam redaksi lainnya yang sama substansinya” maka tidak ada satupun yang dapat membatasi Allah dalam mengabulkan sebuah doa.

Sehingga makin jelas, bahwa ada redaksi yang entah disengaja dipotong atau memang ketidak mampuannya menjangkau dalil-dalil lainnya yang saling menjelaskan dan menguatkan.  


Ulama Syafi’iyah lainnya pun seperti Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshari dalam dalam Fathul Wahab mengatakan : “Adapun pembacaan al-Qur’an, dalam syarah Muslim Imam an-Nawawi mengatakan bahwa dari madzhab Asy-Syafi’i telah masyhur akan pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit. Dan apa yang dikatakan sebagai qaul masyhur (ucapan Imam Syafii) mengandung pengertian bacaan Al Qur’an tersebut sampai atau tidak tergantung apakah meniatkan pahala bacaannya untuk si mayit atau tidak meniatkannya serta tidak mendo’akannya.


Syaikhu Islam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa doa pada mayit atau orang yang mati itu sampai dan bermanfaat. Siapa yang mengingkarinya maka ia adalah ahli bid’ah. Nukilannya sebagai berikut.


Ada pertanyaan dalam Majmu’ Al-Fatawa, bagaimana dengan ayat,

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إلَّا مَا سَعَى

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39). Bagaimana pula dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang shalih” (HR. Muslim no. 1631)


Apakah itu berarti amalan kebaikan apa pun tidak sampai pada mayit?


Ibnu Taimiyah menjawab,

لَيْسَ فِي الْآيَةِ وَلَا فِي الْحَدِيثِ أَنَّ الْمَيِّتَ لَا يَنْتَفِعُ بِدُعَاءِ الْخَلْقِ لَهُ وَبِمَا يُعْمَلُ عَنْهُ مِنْ الْبِرِّ بَلْ أَئِمَّةُ الْإِسْلَامِ مُتَّفِقُونَ عَلَى انْتِفَاعِ الْمَيِّتِ بِذَلِكَ وَهَذَا مِمَّا يُعْلَمُ بِالِاضْطِرَارِ مِنْ دِينِ الْإِسْلَامِ وَقَدْ دَلَّ عَلَيْهِ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَالْإِجْمَاعُ فَمَنْ خَالَفَ ذَلِكَ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ

“Tidak ada dalam ayat atau hadits yang dimaksud yang menunjukkan bahwa mayit tidak mendapatkan manfaat dengan doa yang lain untuknya, begitu pula dengan amalan kebaikan yang lain untuknya. Bahkan kaum muslimin sepakat akan manfaatnya doa dan amalan kebaikan untuk mayit. Hal ini sudah diketahui secara pasti. Dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ijma’ (kesepakatan para ulama) telah mendukung hal ini. Siapa yang menyelisihi pendapat tersebut, maka ia adalah AHLUL BID’AH.” (Majmu’ Al-Fatawa, 24: 306)


Bacaan Al Quran untuk Orang Mati. 


Bagaimana dengan bacaan Al-Qur’an, apakah sampai pada mayit ataukah bermanfaat bagi yang sudah mati?


Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa untuk bacaan Al-Qur’an apakah sampai atau tidak, para ulama berselisih pendapat. Ibnu Taimiyah berkata,

وَالْأَئِمَّةُ اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ الصَّدَقَةَ تَصِلُ إلَى الْمَيِّتِ وَكَذَلِكَ الْعِبَادَاتُ الْمَالِيَّةُ : كَالْعِتْقِ . وَإِنَّمَا تَنَازَعُوا فِي الْعِبَادَاتِ الْبَدَنِيَّةِ : كَالصَّلَاةِ وَالصِّيَامِ وَالْقِرَاءَةِ

“Para ulama sepakat bahwa sedekah pada mayit itu sampai, begitu pula ibadah maliyah (yang terkait dengan harta) seperti memerdekakan budak. Para ulama berselisih pendapat dalam amalan badaniyah (yang terkait dengan amalan badan) seperti shalat, puasa dan bacaan Al-Qur’an apakah sampai atau tidak pada mayit.” (Majmu’ Al-Fatawa, 24: 308)


Ibnu Taimiyah juga mengatakan,

لَمْ يَقُلْ : إنَّهُ لَمْ يَنْتَفِعْ بِعَمَلِ غَيْرِهِ . فَإِذَا دَعَا لَهُ وَلَدُهُ كَانَ هَذَا مِنْ عَمَلِهِ الَّذِي لَمْ يَنْقَطِعْ وَإِذَا دَعَا لَهُ غَيْرُهُ لَمْ يَكُنْ مِنْ عَمَلِهِ لَكِنَّهُ يَنْتَفِعُ بِهِ

“Dalam hadits tidak disebutkan bahwa amalan orang lain tidak bermanfaat bagi orang yang telah mati. Jika anak mendo’akan orang tuanya, maka itu bagian dari amalan (usaha) orang tua yang telah tiada. Sedangkan jika orang lain mendoakan orang mati, itu pun tetap manfaat walau tidak termasuk usaha orang mati itu sendiri. ” (Majmu’ Al-Fatawa, 24: 312)


Marilah kita belajar Islam lebih dalam lagi dengan ilmu-ilmu  lainnya yang dapat membantu menyelamatkan kita pada kesesatan dan kedangkalan berpikir  sehingga tidak mudah menyalahkan ibadah dan amaliah yang lain sementara secara membabi buta meyakini kebenaran yang diperolehnya dengan cara-cara yang tak dapat dibenarkan dari sisi keilmuan.

ALANGKAH INDAHNYA JIKA CINTA KITA KEPADA ALLAH DAN ROSUL-NYA SEPERTI CINTANYA LAILA DAN MAJNUN

Sebuah Cerita kisah cinta dua sejoli yang sedang dimabuk asmara, Membangkitkan semangat luar biasa untuk mempertahankan cintanya. Mereka rel...