Sabtu, 29 Januari 2022

HUKUM MAKAN DAN MINUM SERTA TIDUR DI DALAM MASJID, MENURUT 4 IMAM MADZHAB

 



Sahabat Abdullah bin Harits az-Zubaidi mengatakan,

كُنَّا نَأْكُلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْمَسْجِدِ الْخُبْزَ وَاللَّحْمَ

Di zaman Nabi Kami makan roti dan daging di dalam masjid. (HR. Ibnu Majah 3425, dan dishahihkan al-Albani)

 (kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, Jus II, halaman 137-174)

ﺇِﺑَﺎﺣَﺔُ ﺍْﻷَﻛْﻞِ ﻭَﺍﻟﺸُّﺮْﺏِ ﻭَﺍﻟﻨَّﻮْﻡِ ﻓِﻴْﻬَﺎ : ﻓَﻌَﻦِ ﺍﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﻗَﺎﻝَ : ﻛُﻨَّﺎ ﻓِﻲ ﺯَﻣَﻦِ ﺭَﺳُﻮْﻝِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻧَﻨَﺎﻡُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪِ ﻧَﻘِﻴْﻞُ ﻓِﻴْﻪِ ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﺷَﺒَﺎﺏٌ

Boleh hukumnya, makan, minum dan tidur di masjid di mana saja. Terdapat sebuah hadits dari Ibnu Umar, beliau berkata : Kami (para sahabat) pada zaman Rasulullah saw suka tidur di masjid, kami tidur qailulah (tidur tengah hari) di dalamnya, dan kami pada waktu itu masih muda-muda. (Kitab Fiqhus Sunnah, Juz I, halaman 213).

An-Nawawi mengatakan,

قال الشافعي والأصحاب: يجوز للمعتكف وغيره أن يأكل في المسجد ويشرب ويضع المائدة، ويغسل يده بحي
ث لا يتأذى بغسالته أحد، وإن غسلها في الطست فهو أفضل، …. قال أصحابنا: ويستحب للآكل أن يضع سفرة ونحوها ليكون أنظف للمسجد وأصون

As-Syafi’i dan para ulama syafi’iyah mengatakan, boleh bagi orang yang I’tikaf atau yang lainnya untuk makan, minum, dan membawa makanan di masjid. Demikian pula cuci tangan di masjid, selama kotorannya tidak mengganggu orang lain. Jika cuci tangan dilakukan di wadah, itu lebih bagus…. Para ulama syafi’iyah  mengatakan, “Dianjurkan bagi orang yang makan untuk memasang alas atau semacamnya agar lebih menjaga kebersihan masjid.” (al-Majmu’, 6/534).

 

TIDUR DI DALAM MASJID MENURUT 4 IMAM MADZHAB

1. Menurut madzhab Hanafi

Tidur di dalam masjid itu hukumnya makruh, kecuali bagi musafir dan orang yang sedang beri’tikaf.

Dan, apabila ada seseorang yang hendak tidur di masjid, namun sebelum itu ia berniat untuk beri’tikaf dan melakukan ketaatan di dalamnya, maka tidak ada larangan baginya untuk tidur di dalam masjid setelah itu.

2. Menurut madzhab Asy-Syafi’i

Tidur di dalam masjid itu tidak dimakruhkan, kecuali tidurnya akan mengganggu orang lain yang hendak beribadah. Misalnya jika orang yang tidur itu mengeluarkan suara dengkuran yang cukup keras.

3. Menurut madzhab Hambali

Tidur di dalam masjid itu dibolehkan bagi orang yang beri’tikaf dan juga yang lainnya, asalkan ia tidak tidur di hadapan orang-orang yang akan melaksanakan shalat, sebab melakukan shalat di depan orang yang sedang tidur hukumnya makruh.

Dan para jamaah shalat berhak untuk membangunkan orang yang tidur itu jika ia tertidur di bagian depan masjid.

4.        Menurut madzhab Maliki:

Tidur di dalam masjid itu dibolehkan asal pada siang hari, sedangkan untuk malam hari hanya dibolehkan jika masjid tersebut berada di pedesaan dan tidak diperkotaan, karena dimakruhkan untuk tidur di dalamnya bagi para tuna wisma atau orang yang kemalaman di jalan.

Adapun jika masjid dijadikan sebagai tempat tinggal, maka hal itu tidak dibolehkan, kecuali bagi seseorang yang memang berniat untuk mengabdikan dirinya di dalam masjid untuk beribadah.

Namun khusus untuk kaum pria saja, sedangkan untuk kaum perempuan tetap tidak dibolehkan.

HUKUM MAKAN DAN MINUM DI DALAM  MASJID MENURUT 4 IMAM MADZHAB

1. Menurut madzhab Hanafi

Memakan makanan yang tidak menimbulkan bau tak sedap hukumnya makruh. Sedangkan jika makanan tersebut dapat menimbulkan bau tak sedap seperti bawang putih atau bawang merah, maka hukumnya makruh tahrim (makruh yang lebih dekat dengan haram).

Karena orang yang sudah memakannya saja sudah dilarang untuk masuk ke dalam masjid, sama seperti orang yang memiliki bau mulut yang menyengat hingga aromanya dapat mengganggu para pelaksana shalat lainnya.

Telah diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda.

 مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ

“Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, maka janganlah ia mendekati masjid kami dan hendaklah ia shalat di rumahnya” [Al-Bukhari, kitab Al-Adzan 855, Muslim, kitab Al-Masajid 73, 564]


Dan, hukum larangan ini juga berlaku bagi siapa saja yang dapat mengganggu jamaah di dalam masjid, meski hanya melalui lisannya sekalipun.

2. Menurut madzhab Maliki

Dibolehkan bagi para musafir yang tidak memiliki tempat bernaung untuk menginap di dalam masjid serta memakan makanan di dalamnya, asalkan dari jenis makanan yang tidak mengotori masjid tersebut, seperti buah kurma atau yang lainnya.

Namun sebenamya mereka juga boleh memakan makanan yang dapat mengotori masjid, asalkan mereka dapat menjamin kebersihannya, misalkan dengan menyapunya setelah ia makan.

Tapi dengan syarat, asalkan makanan itu tidak menimbulkan bau yang tidak sedap. Jika menimbulkan bau tak sedap, maka diharamkan baginya untuk memakan makanan tersebut di dalam masjid.

3. Menurut madzhab Asy-Syaf i

Memakan makanan di dalam masjid hukumnya mubah, asalkan tidak mengotori masjid, seperti memakan keju kering atau madu.

Namun apabila dapat mengotorinya, maka diharamkan bagi siapa pun untuk makan di dalamnya, karena mengotori masjid hukumnya haram, meskipun makanan itu suci.

Lain halnya jika makanan tersebut, sisanya hanya sekadar berupa sampah yang dapat disapu, bukan kotoran yang bernoda, maka memakannya di dalam masjid hukumnya makruh.

4. Menurut madzhab Hambali:

Bagi orang-orang yang beri’tikaf atau juga yang lainnya boleh memakan makanan apa saja di dalam masjid, asalkan tidak menimbulkan noda, tidak membuang tulang, atau semacarmya.

Apabila hal itu terjadi, maka diwajibkan baginya untuk membersihkan masjid tersebut dari kotoran yang disebabkannya.

Hukum ini berlaku hanya untuk makanan yang tidak menimbulkan bau tak sedap, seperti bawang putih atau bawang merah, karena memakan makanan seperti itu di dalam masjid hukumnya dimakruhkan.

Dan, dimakruhkan pula bagi orang yang sudah memakannya untuk masuk ke dalam masjid, sebagaimana dimakruhkan pula bagi orang yang menyebarkan bau busuk dari mulutnya.

Apabila orang-orang seperti itu sudah terlanjur masuk ke dalam masjid, maka bagi jamaah lainnya dibolehkan untuk mempersilahkan mereka keluar dari masjid agar tidak mengganggu orang-orang yang hendak beribadah.

Sebagaimana dimakruhkan pula bagi siapa pun untuk mengeluarkan angin yang tidak sedap aromanya di dalam masjid.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ALANGKAH INDAHNYA JIKA CINTA KITA KEPADA ALLAH DAN ROSUL-NYA SEPERTI CINTANYA LAILA DAN MAJNUN

Sebuah Cerita kisah cinta dua sejoli yang sedang dimabuk asmara, Membangkitkan semangat luar biasa untuk mempertahankan cintanya. Mereka rel...